Sabtu, 26 Februari 2011

suku Mange (religi)....................Helika mansur


1.      Religi dan kepercayaan
Mastarakat Mange sebagian besar beragama protestan dan katolik. Masyarakat menganut agama kristen yaitu pada masa penjajahan Ingris yaitu dengan sistem kristenisasi. Orang-orang Mange di paksakan untuk memeluk agama Kristen Katolik dan protestan. Pada akhinya banyak dan hampir sebagian besar memeluk agama Protestan. Tuhan bagi orang mange di sebut Jou. Setiam perkampungan selalu didirikan gereja walaupun tidak berifat permanen yaitu terbuat dari bahan-bahan yang sederhana. Tetapi setelah mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat sehingga bisa membuat gereja yang permanen.
Dalam kehidupan masyarakat, orang Mange mengenal adanya kepercayaan akan mahluk-mahluk, roh-rohatau kepercayaan animisme dinamisme.
Kepercayaan dinamisme yang menganggap bahwa benda-benda atau gejala-gejala alam memiliki kekuatan yang dasyat. Kepecayaan pada pada benda-benda yakni gunung atau tempat-tempat tertentu memiliki kekuatan, apabila dilewati akan berakibat sakit keras karena merupakan tempat larangan.
Konon kabarnya yang menyebabkan sakit keras karena bertemu dengan Tuan Tanah yang diyakini sebagai penjaga atau penunggu tersebut yang memiliki kekuatan yang sangat suar biasa. Ada juga anggapa bahwa binatang yang berkeliaran di dalam hutan memiliki tuan yang tidak bisa dilihar dengan mata telanjang (tuan tanah).
Sedangkan kepercayaan animisme yaitu Suku Mange mengangap bahwa alam ini memiliki roh, yang dapat berpengaruh dalam kehidupah sehari-hari. Roh-roh tersebut ada yang membawa kebaikan dan ada juga yang membawa penyakit, para roh berjalan secara terus-menerus dan menguasai wilayah Taliabu.
Orang-orang Mange untuk mengatasi roh-roh yang membawa penyakit, maka setiap kampung harus diadakan ritual penyajian untuk membatasi atau membentengi kampung, ritual ini seing di sebut Dego.
Dego merupakan ritual penyajian yang bebentuk dego setinggi satu meter setenggah, yang terdiri dari empat tiag berbentuk segi empat persegi berukuran sekitar 60cm x 60cm, dipasang empat bendera berwarna putih selebar telapak tangan ditiap-tiap sudut. Penyajian yang di sediakan antara lain yaitu nasi, telur ayam dan pinang seta di pasang dengan daun kelapa yang masih muda. Penyajian ini selain dinamakan Dego dinamakan juga Kayu Bunga.
Penjajian ini dipasang disetiap sudur kampung yang diyakini sebagai tempat melintasnya para roh-roh jahat yang membawa penyakit, dego dibuat dengan tujuan untuk menghalau dan agar tidak menyebarkan penyakit terutama pengambil tumbal, tetapi sudah di gantikan dengan memakan sesajian.

suku Mange Taliabu .......Helika Mansur


  1. Kesenian
Kesenian Suku Mange berupa seni rupa,seni kerajinan, seni tari dan seni suara. Seni rupa yang dilakukan masyarakat Mange diwujudkan pada pembuatan rumah. Rumah adat serta rumah-rumah yang ada pada daerah pedalaman berbentuk rumah panggung atau rumah yang berada di atas tiang-tiang yang tebuat dari kayu.
Adapun tari-tarian di Suku Mange adalah Jusa, limangking, Page, Nelayon, Manjai, Lasa dan Tari Cakalele. Cakalele adalah merupakan wujud tarian perang yang menggambarkan perkelahian melawan musuh bayangan. Suatu tarian yang menunjukan kepahlawanan melawan musuh. Alat-alat yang digunakan adalah peda/parang dan salawaku/kabang. Yang disebut dengan kabang atau salawaku ialah perisai yang lancip, panjang, hitam dan dihiasi keramik atau pecahan batu. Alat musik yang dipakai untuk tarian cakalele ini adalah tuba/gendang dan gong. Penarinya memakai pakaian adat suku Mange atau pakaian biasa.
Tarian cakalele ini biasa diadakan pada saat ada kunjungan tamu-tamu agung, maka diadakan penjemputan. Cakalele ini biasa juga diadakan pada upacara adat perkawinan.
Sedangkan tari Jusa sering ditampilkan pada perayaan hari-hari besar keagamaan dan perkawinan.  Tarian jusa ini hampir mirip dengan tarian Limangking, tarian Jusa dilakukan seperi arang berlari-lari pelan dan nenelankan kaki pada matras yang terbuat dari bambua/lantai bambu. Sedangkan tari Limangking dilakukan dengan melangkah satu kaki seperti orang berlari jingkat. Jenis tarian ini dilakukan diatas rumah penggung yang sengaja dibuat setinggi setengah meter tanpa dinding dan berlantaikan bambu dan diatapi dau rumbia serta dihiasi dengan daun kelapa yang masih muda (tunas kelapa).

suku Mange Taliabu .....Helika Mansur


  1. Kekerabatan dan gotong-royong
Sistem kekerabatan orang Mange berdasarkan hubungan patrilinear, yang diikuti pola penetapan, yaitu adat yang menetapkan suami harus tinggal di tempat isteri setelah kawin. Kesatuan kekerabatan terkecil adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah.
Perkawinan dalam kehidupan Orang Mange merupakan ssuatu yang paling penting karena untuk memperbanyak keturunan. Banyak gadis atau anak-anak perempuan yang berumur belasan tahun apabila sudah dianggap dewasa maka suda bisa dikawinkan.
Sistem kekerabatan sanyat dilarang untuk kawin sesama marga, dengan tujuan utuk menambah jumlah keluarga dan merupakan cara untuk menyatukan marga-marga yang ada pada Suku mange. Sistem perkawinan eksogami merupakan perkawinan yang dilakukan di luar marganya atau luar keluarganya ataau tidak berasal pada garis keturuna lurus.
Pola kehidupan sosial bersifat kdaekeluargaan dan kegotongroyongan masih terpelihara dengan baik. Dalam menghadapi kegiatan seprti kematian dengan berbagai upacaranya, perkawinan, dalam berbagai pekerjaan pertanian, pendirian rumah, serta bekerja bakti, selalu nampak  adanya aktifitas bantu-membatu dan bekerja sama hal ini sering dikenal debgan sebutab kerja hemu.
Semua itu meerupakan kegiatan yang didorong oleh rasa solidaritas dan persatuan serta rasa saling memiliki. Bantuan yang diberikan itu dapat berupa tenaga dan bahan yang bisa digunakan untu keperluan kegiatan srcara spontan. Gejala bantu-membantu tersebut tidak terbatas dalam lingkungan keluarga saja, ajan tetapi meliputi juga warga-warga yang ada dalan kampung tersebut.

Suku Mange Taliabu......Helika Mansur


  1. Kekerabatan dan gotong-royong
Sistem kekerabatan orang Mange berdasarkan hubungan patrilinear, yang diikuti pola penetapan, yaitu adat yang menetapkan suami harus tinggal di tempat isteri setelah kawin. Kesatuan kekerabatan terkecil adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah.
Perkawinan dalam kehidupan Orang Mange merupakan ssuatu yang paling penting karena untuk memperbanyak keturunan. Banyak gadis atau anak-anak perempuan yang berumur belasan tahun apabila sudah dianggap dewasa maka suda bisa dikawinkan.
Sistem kekerabatan sanyat dilarang untuk kawin sesama marga, dengan tujuan utuk menambah jumlah keluarga dan merupakan cara untuk menyatukan marga-marga yang ada pada Suku mange. Sistem perkawinan eksogami merupakan perkawinan yang dilakukan di luar marganya atau luar keluarganya ataau tidak berasal pada garis keturuna lurus.
Pola kehidupan sosial bersifat kdaekeluargaan dan kegotongroyongan masih terpelihara dengan baik. Dalam menghadapi kegiatan seprti kematian dengan berbagai upacaranya, perkawinan, dalam berbagai pekerjaan pertanian, pendirian rumah, serta bekerja bakti, selalu nampak  adanya aktifitas bantu-membatu dan bekerja sama hal ini sering dikenal debgan sebutab kerja hemu.
Semua itu meerupakan kegiatan yang didorong oleh rasa solidaritas dan persatuan serta rasa saling memiliki. Bantuan yang diberikan itu dapat berupa tenaga dan bahan yang bisa digunakan untu keperluan kegiatan srcara spontan. Gejala bantu-membantu tersebut tidak terbatas dalam lingkungan keluarga saja, ajan tetapi meliputi juga warga-warga yang ada dalan kampung tersebut.

TALIABU SUKU MANGE, MATA PENCAHARIAN ....Helika Mansur


  1.        Mata Pencaharian
Mata pencaharian orang Mange pada umunnya adalah bertani. Ladang-ladang ditanami dengan ubi-ubian, berbagai jenis sayuran, tanaman sejenis bumbu-bumbuan dan sebagainya. Hasil-hasil tanaman bahan makanan umumya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, yang apabila terdapat ada kelebihan di jual untuk mendapatkan uang.
Untuk mendapatkan areal tanah, orang mengusahakan pembukaan hutan secukupnya lalu ditanami dengan tanaman-tanaman yang dikehendaki. Apabila tanah garapan ditinggalkan oleh pemiliknya maka orang lain tidak boleh menggarapnya, karena masih dalam penguasaan si penggarap pertama. Tempat atau hutan bekas garapan ini dikenal dengan istila jurame.
Masyarakat Mange dalam hal ini juga menanam pohon buah-buahan, seperti pisang, mangga, nenas, rambutan, lansat, dan durian. Sedangkan usaha perkebunannyang menonjol adalah tanaman cengkih, kelapa, dan coklat yang menghasilkan produksi yang cukup tinggi harganya, ketiga jenis tanaman ini sangat tumbuh subur di Pulau Taliabu, sehingga Masyarakat memanfaatkan peluang ini. Tanah di sini memiliki kesuburan yang tidak mudah hilang sehingga tanaman dapat bertahan lama.
Hasil tersebut di atas mendatangkan penghasilan bagi penduduk. Dengan penghasilan yang ada dipergunakan unutuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan bahkan bisa membiayai anak-anak mereka yang bersekolah.
Alat-alat pertanian yang bisa dipergunakan oleh penduduk antara lain parang/peda, pacul, kapak serta sabit yang di pergunakan untuk membersiskan rumput.
Hasil hutan lainnya yang bisa memberikan mata pencaharian adalah pohon sagu untuk dibuatnya tepung sagu. Sagu/sa merupakan makanan ciri khas Suku Mange.  Pohon sahu tumbuh secara alami di hutang yang berrawa-rawa, sehingga Orang Mange mengambil peluang ini untuk beraktifitas. Pohon-pohon sagu yang suda berumur 8-9 tahun atau pohonnya sudah mengeluarkan bunga di bagian pucuk lalu ditebang dan batangnya dibelah dua untuk mengambil serat-serat yang penuh dengan tepung lalu diadakan penyulingan atau filterisasi. Setelah itu tepung sagu yang basah diambil dan dibungkus dengan wadah-wadah yang terbuat dari daun-daun rumbia/sagu yang di namakan tumang, berat tiap tumang kurang lebih 5 kg.